Langsung ke konten utama

DUNIA LANSIA

www. freepik.com

Jujur saya merasa sangat sedih ketika mendengar keluh kesah klien saya di ruang konseling mengenai orang tuanya. Ada yang menceritakan tentang keburukan/kejelekan orang tua yang sudah lanjut usia bahkan tak jarang yang menyalahkan. Semua penilaian dibangun dari sudut pandang seorang anak semata tanpa berusaha mempertimbangkan kondisi mental orang tua mereka masing-masing.😢

Padahal seringkali anak yang membuat orang tua bersedih atau sakit hati dengan perbuatannya. Anak kerap sibuk dengan urusan masing-masing, cenderung tak peduli dengan kondisi orang tua bahkan tak pernah menemani keduanya.

Masih banyak anak yang belum siap menghadapi orang tua yang sudah memasuki usia lansia. Sehingga sering terjadi miskomunikasi dan salah perlakuan yang dapat merusak hubungan diantara keduanya.

Untuk kita yang berusia 40-50 tahun, mungkin memiliki orang tua yang berusia 65-75 tahun. Besar harapan saya cerita ini mampu memberikan dua makna, yaitu menyiapkan diri saat menghadapi orang tua lansia dan juga menyiapkan diri sendiri, dimana dalam rentang waktu 20 atau 30 tahun mendatang kita sendiri akan menjadi lansia, dimana fase ini tentu perlu kita bahas bersama dengan anak yang sudah besar. 

Sekadar sharing yaa,

Orang tua yang mulai memasuki tahap pikun, biasanya perangai ikut berubah drastis. Waktu lansia pada tahap itu, perangainya minta ampun ajaibnya dan sangat menguji kesabaran. 

Contoh kasus, ketika lansia belum ada gejala pikun. Masih bisa baca koran, diajak bicara jawabannya masih normal, segala sesuatu masih ingat. Namun ketika mulai masuk fase pikun maka perangainya pun berubah, di antaranya selalu mencari kesalahan orang di sekitarnya. Segala yang dilakukan orang lain tidak ada yang benar, pasti dikritik ini salah, itu salah. 

Misalnya, saya lagi masak, lalu mama muncul di dapur, dari jarak 3 meter dan beliau bertanya, "Masak apa?" Dan setelah saya jawab, mama akan bilang, "Pasti tidak kamu kasih gula!" (atau garam, atau apalah pokoknya). Kan menjengkelkan tho, lha wong dari jarak 3 meter, belum dicoba, kok tahu tidak dikasih gula atau garam atau apalah. Tapi begitulah orang tua yang lansia.

Belakangan saya baru mengerti bahwa mama berbuat itu untuk membuktikan kepada dirinya sendiri dan orang lain, bahwa dia masih yang paling benar, yang paling pandai dan yang paling tahu.

Keanehan lain, mama selalu merasa orang lain membicarakan dirinya. Asal beliau melihat orang lain berbicara, pasti mama bilang, "Ngrasani(membicarakan) aku tho?" Orang tua yang lansia jadi sering paranoid dan curiga dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.😔

Bahkan ada kasus yang lebih ekstrim, lansia selalu merasa orang lain mencuri barangnya. Selalu menuduh orang lain mengambil barangnya. Dari uang, perhiasan sampai makanan, pakaian bahkan kunci atau barang-barang lainnya.

Ada juga lansia yang suka mengarang cerita bohong. Tidak ada peristiwa atau fakta yang terjadi namun lansia dapat mengarang seolah-olah peristiwa yang diceritakan adalah sungguh-sungguh terjadi. Dalam konteks ini ceritanya selalu seputar orang lain yang berbuat jahat kepadanya atau merasa dizalimi istilahnya.

Atau orang tua lansia yang selalu memberontak. Misal kalau ada orang memberi instruksi ke kiri, beliau malah sengaja ke kanan. Pokoknya sama sekali tidak mau dibantu, tidak mau diatur, tidak mau patuh atau ikut sama sekali. Contoh lain ketika membujuk lansia agar mau menggunakan pampers saja, harus bertengkar terlebih dulu dan lain sebagainya.

Mengapa saya berbagi pengalaman ini?

Sebab orang tua yang lansia memerlukan perhatian dan perawatan khusus. Tidak hanya faktor medis (kesehatan) yang akan mengalami perubahan. Tetapi juga psikologi, komunikasi dan emosi orang tua lansia juga akan ikut berubah.

Selain itu, merawat orang tua atau birrul walidain merupakan amalan utama seorang muslim. Amalan ini merupakan hak orang tua atas anak-anaknya. Namun seiring berkembangnya zaman, semakin banyak pula permasalahan anak yang kurang memperhatikan bahkan mengabaikan orang tua, terutama jika sudah memasuki usia lansia.

Ternyata masih banyak anak yang belum paham betul atau belum mengerti bahwa sebelum kita melihat gejala pikun itu pada orangtua kita yang lansia, mereka sendiri sudah merasa ada penurunan kemampuan, dan mereka berusaha memeranginya, tidak mengakuinya, menutupinya, supaya orang lain tidak tahu. Karena itulah perangai mereka berubah. Mereka mau selalu dianggap benar, selalu dianggap bisa, selalu dianggap tahu akan segalanya.

Itu adalah respon yang alami, terutama pada orang-orang lansia yang tadinya sangat kapabel dalam segala hal.

Jadi bila kita menghadapi orang tua lansia yang menurut kita masih "normal" namun perangainya berubah ajaib, maka kita harus sadar bahwa lansia ini sudah akan pikun. Ini adalah langkah awal supaya kita tidak terlalu stress menghadapinya dan kita mampu menyusun kiat-kiat untuk mengatasinya.

Apa sajakah kiat-kiatnya?

  • Bertutur kata lembut kepada orang tua
  • Membantu menyelesaikan pekerjaan rumah
  • Merawat orang tua yang lansia dengan sabar
  • Patuh terhadap perintah orang tua
  • Memberikan hadiah kepada orang tua
  • Sebisa mungkin menahan amarah
  • Menghormati pilihan orang tua
  • Luangkan waktu bersama orang tua meskipun sekedar menemani

Yang sabar saja selama masa transisi ini. Orang tua yang lansia tidak bermaksud menyulitkan hidup anak-anaknya, itu adalah sesuatu yang tidak bisa mereka perangi.

Jangan dimusuhi, jangan dijahati, jangan dicuekin walaupun ini merupakan ujian kesabaran bagi kita sebagai anak dari orang tua lansia.

Jaga juga kesehatan mereka, dampingi mereka, rawat mereka baik-baik supaya panjang umurnya dan bila nanti orangtua kita benar-benar pikun, kita punya kehormatan untuk merawat mereka seperti merawat anak balita kita. Saat itulah kita mampu membalas sedikiiiiit budi baik mereka yang telah membesarkan kita.

Ingatlah bagaimana Nabi Muhammad Shalallaahu ‘alaihi wa sallam pernah diasuh kakeknya di masa balita? Ini bukti bahwa peran kakek dan nenek juga sangat penting dalam pengasuhan anak.  Peran penting para Grandparents atau kakek dan nenek ini antara lain adalah:

Grandparents ikut menanamkan nilai-nilai hidup seperti kejujuran, kebersihan dll. Studi di Barat menunjukkan 90% anak merasakan pengaruh baik dari kakek dan nenek mereka. Kalau di Indonesia pasti lebih tinggi.

• Kehadiran kakek dan nenek ikut meredakan ketegangan di rumah. Anak-anak jadi punya teman bermain yang asyik serta ayah bunda terbantu dengan nasihat serta punya tambahan waktu buat dihabiskan berdua dengan pasangan.

• Kakek dan nenek punya segudang pengalaman. Anak-anak bisa belajar sejarah keluarga dan nilai keluarga kakek dan nenek. Anak-anak jadi tahu identitas mereka. Bahkan bila lagi gak mau mendengarkan orangtua, banyak anak mau mendengar nasihat dari kakek dan nenek.

Grandparents jadi tempat curhat. Bila anak atau remaja merasa orangtuanya terlalu keras atau tidak memahami apa yang mereka rasakan, mereka bisa curhat pada kakek dan nenek. Ini akan membantu meredakan stress dan menemukan jalan keluar.

• Kakek dan nenek ikut membesarkan anak. Terutama bagi kedua orang tua yang sibuk bekerja di luar rumah.

Terima kasih kakek dan nenek. Tetap perhatikan faktor usia, kakek dan nenek tentu punya keterbatasan fisik dan mental. Jadi meskipun mereka ikut membantu kita, tolong tidak mengabaikan batasan dan tidak memberatkan.

Perlu diingat pula, bahwa berbakti kepada orang tua tidak cukup bermodalkan keyakinan dan kemauan saja. Ada hal yang tak kalah penting yaitu keterampilan. Jangan sampai kita sudah ingin berbakti tapi masih salah dalam perlakuan dan merawat orang tua. Alih-alih mau berbakti, bisa jadi kesalahan tersebut membuat hubungan kita pada orang tua semakin renggang/memburuk.

Dengan menyayangi orang tua yang sudah lanjut usia, maka secara tidak langsung kita juga telah menanamkan keteladanan pada anak-anak kita. Agar ketika kita tua nanti, anak-anak pun akan menyayangi kita dan kelak kita dapat menjadi orang tua lansia yang sehat dan bahagia.

Semoga sharing tentang dunia lansia ini bermanfaat.😍

www.freepik.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Harus Pura-Pura Bahagia

Berpura-pura kerap kali dimaknai dengan sesuatu yang tidak baik. Tapi terkadang dari persepsi yang lain, berpura-pura dianggap menimbulkan tindakan yang positif, seakan memang sangat diperlukan. Betulkah demikian? Yuk kita bahas. "Am I okay?" Hehehe. Belum tentu yang kita lihat di luar adalah benar-benar cerminan apa yang di dalam. Terkadang manusia pura-pura merasa bahagia karna tidak ingin terlihat lemah karna yang orang lain tahu bahwa kita ini kuat. Kapan terakhir kali kita merasa bahagia? Yaa benar-benar bahagia, bukan kita yang harus merasa bahagia...Cukup lama mungkin jawabannya. Menurut pakar Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), Margaretha Rehulina, kondisi berpura-pura bahagia ini populer dinamakan Duck syndrome . Menampilkan diri seperti bebek (duck),  di atas permukaan air terlihat tenang, padahal di bawah air kakinya sedang berenang dengan sangat cepat. Orang yang berpura-pura bahagia berusaha terlihat sangat tenang padahal di balik itu sedang melakukan perju

Sekolah Kehidupan

  Logo SKH "Ah, apa iya kehidupan itu ada sekolahnya?" Sebuah pertanyaan yang sempat terlintas dalam benakku... Kalau browsing internet tentang sekolah kehidupan pasti yang akan muncul adalah platform pembelajaran soft skill secara online berbasis aplikasi audio-based learning yang dapat diunduh secara gratis atau berbayar. Namun bukan itu yang akan ku ceritakan disini... Sekolah kehidupan yang ku maksud adalah sebuah komunitas pembelajar yang concern menerapkan tujuh ilmu penjernih hati dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja ilmu penjernih hati atau disingkat 7IPH tersebut? Yaitu ikhlas, sabar, shalat yang khusyu', dzikir, syukur, tawakal dan berprasangka baik (waspada).  Tujuh Ilmu Penjernih Hati merupakan sarana mendekat kepada Allah SWT sekaligus membersihkan hati dari penyakit-penyakit hati yang sering kita alami. Materi-materi yang terkandung didalamnya berkaitan sangat erat dengan hubungan antar sesama manusia ( hablum minannaas)  dan hubungan manusia dengan Sa

Negeri Ini Hampir Kehilangan Ayah

"Dunia AYAH saat ini tidak lebih dari sebuah kotak. Yaaa, kotak handphone, televisi dan laptop atau komputer. Miris!" Semua pengajar anak di usia dini mayoritas diisi oleh kaum ibu. Pantaslah negeri kita dicap  fatherless country . Banyak ayahdi luar sana yang malu mengasuh anak apalagi jika masih bayi. Padahal keberanian, kemandirian dan ketegasan harus diajarkan di usia dini.  Dimana AYAH sang pengajar utama? Dear para ayah, Anak laki-lakimu belajar bagaimana menjadi laki-laki dewasa dari sikapmu dalam keseharian. Anak perempuanmu belajar membangun pemaknaan tentang definisi laki-laki dewasa itu seperti apa dari hasil pengamatannya pada dirimu. Seorang ayah boleh dan harus bersikap tegas namun bukan kasar. Terkadang sikap lembutmu juga sangat dibutuhkan namun bukan menandakan kalau dirimu lemah. Kalau anak laki-laki tidak dekat dengan ibunya, kelak dia dewasa mungkin susah memahami perempuan. Sedangkan anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya, kelak dewasa dia akan me