Langsung ke konten utama

Habituasi Orang Tua yang Masif di Masa Pandemi


Dear teman😊

Pandemi Covid-19 telah berdampak pada bertambahnya beban yang harus dipikul  oleh seorang perempuan atau ibu rumah tangga. Adanya anjuran bekerja dari rumah dan belajar dari rumah menyebabkan pekerjaan domestik yang dilakukan perempuan menjadi berlipat-lipat. 

Pandemi telah menciptakan kondisi di mana perempuan  tidak hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga (domestik) saja, tetapi pada saat yang bersamaan mereka juga harus memastikan proses belajar mengajar     anak berjalan lancar. 

Habituasi (pembiasaan/penyesuaian) orang tua terutama sosok "ibu" yang masif/kuat/kukuh di masa pandemi saat ini sangat dibutuhkan.

Ibu adalah perawat harmoni dan keindahan, ia penumbuh keharmonian dan kedamaian. 

Ibulah yang merawat keindahan lewat mata, telinga, mulut dan hati (perasaan), melalui berbagai sumber baik tutur bahasa, budaya sastra lewat apresiasi, tampilan yang indah berupa hiasan, tirai, dekorasi dan desain perabot rumah tangga. Menyediakan makanan yang bergizi namun indah dipandang mata, penyediaan anggaran untuk menyalurkan hobby, menjaga kehangatan suasana di meja makan dan ruang keluarga dan banyak lagi karya dari cintanya. 

Seorang Ibu mungkin bukan sosok yang gagah perkasa, namun dialah pembawa kedamaian dalam keluarganya.😍

Orang tua yang saat ini memiliki anak yang masih sekolah, bila sebelumnya melimpahkan semua pendidikan anak-anaknya ke sekolah. Maka saat ini seorang ibu harus bersedia dan mau tidak mau menjadi home educator

Tiap hari perang urat syaraf dengan anak-anaknya karena mungkin menemukan anak yang protes. Kondisi seperti itu sebenarnya membuat stress dan menimbulkan kecemasan bagi kebanyakan ibu-ibu di tanah air.

Ibu yang bekerja tidak serta merta meninggalkan kewajibannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Dia tetap melakukan aktivitas memasak, mengurus anak, mengurus rumah dan sebagainya. Profesi dilakukan setelah semua urusan rumah tangga selesai.

Ibu yang memilih bekerja memiliki tujuan untuk membantu perekonomian keluarga dan meringankan beban suami. Kondisi ini mengarahkan pada posisi beban ganda. 

Perempuan dikatakan mengalami beban ganda apabila melakukan aktivitas pada kedua wilayah tanpa mengabaikan salah satunya. Pekerjaan menjadi semakin tidak mudah karena anak-anaknya saat ini lebih banyak belajar secara online dan otomatis berdampak pada bertambahnya beban kerja seorang ibu.

Habituasi Orang Tua yang Masif di Masa Pandemi

Keluarga berperan penting dalam pembentukan kepribadian anak. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. 

Disiplin positif adalah salah satu pembentukan kebiasaan dan tingkah laku anak yang positif dengan kasih sayang, sehingga anak dapat tumbuh menjadi makhluk sosial dan tumbuh secara optimal.

Begitupun dengan vitalnya ketahanan keluarga yang belakangan sering digaungkan. 

Sebab ketahanan keluarga selain sebagai mekanisme berkeluarga, namun lebih dari itu, ketahanan keluarga adalah kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi terhadap  berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta memiliki sikap positif  terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga.

Pada masa pandemi seperti ini yang mesti diselamatkan benar-benar adalah keselamatan mental. Sebenarnya kita belum siap menghadapi ini. 

Namun, ketika  kita merasa cemas, kembali ke orang-orang yang menguatkan kita yaitu mereka-mereka yang mencintai kita tanpa syarat yaitu keluarga kita itulah yang sebenarnya menjadi penyembuh dan membasuh luka di kala pandemi.

Saat ini dunia juga sedang menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. 

Hal ini ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi, informasi dan komunikasi. 

Informasi beredar begitu bebas, tak hanya orangtua dan orang dewasa tapi juga menerpa anak-anak. Sebanyak 30,1% penduduk Indonesia atau sebanyak 79,5 juta merupakan anak dimana mereka termasuk dalam generasi "digital native" atau generasi yang lahir ketika teknologi sudah mulai berkembang. 

Berdasarkan hasil survei Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 saja, data menunjukkan jumlah pengguna internet di Indonesia sebesar 64,8 persen atau mencapai 171,17 juta yang sudah terhubung ke internet dimana tingkat penggunaan internet paling kuat ada pada anak usia 15-19 tahun yakni sebanyak 91 persen. 

Kebijakan Pembatasan Sosial dan Belajar dari Rumah (BdR) pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini membuat intensitas anak dalam mengakses gawai dan internet mengalami peningkatan. Anak-anak menjadi semakin lihai menggunakan berbagai perangkat teknologi informasi seperti laptop dan gawai yang terhubung dengan internet, Akibatnya hal ini dapat menggerus nilai kepekaan sosial, kepedulian dan empati pada sesama. Karakter egoisme dan keras kepala bisa merasuki anak jika terlalu sering berinteraksi dengan game online.

Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua khususnya ibu. 

Peran orang tua sangat penting dalam mengawasi penggunaan internet agar tidak memberi dampak buruk bagi keluarga khususnya bagi anak. Internet memberikan dampak positif namun juga memberi dampak negatif bagi anak. 

Penggunaan internet bagi anak harus diawasi oleh orang tua dan anggota keluarganya karena informasi dalam internet juga rentan terhadap isu-isu baru seperti kecanduan gawai, terpapar informasi hoaks, perundungan media daring (dalam jaringan) atau cyber bullying, eksploitasi seksual via daring dan akses pornografi, iklan dan informasi lainnya yang tidak sesuai dengan usia anak.

Dunia digital banyak menyebabkan perubahan perilaku anggota keluarga, baik struktur, fungsi dan peranannya sekaligus menimbulkan konflik dalam keluarga, antar keluarga bahkan antar masyarakat yang lebih luas. 

Oleh karena itu, individu dan keluarga perlu ditingkatkan kualitas keluarganya. 

Situasi pandemi covid-19 saat ini juga telah memberi dampak yang besar pada perekonomian bangsa, terutama perekonomian keluarga. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada bulan Agustus tahun 2020 terhadap 1.548 responden di 32 provinsi, mengungkap lebih dari 50% keluarga mengalami kesulitan keuangan akibat pandemi covid-19. 

Rumah tangga pekerja dengan kelas pendapatan kurang dari Rp 3.000.000, paling terdampak. Sebagian besar rumah tangga usaha dan pekerja merasa kesulitan keuangan selama pandemi ini.

Hadirnya Revolusi Industri 4.0 dapat menjadi sebuah peluang yang harus dimanfaatkan dan dikelola dengan baik oleh seluruh anggota keluarga baik suami, istri maupun anak-anaknya. 

Pada umumnya seorang ibu cenderung tertinggal dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi sehingga perlu literasi digital bagi keluarga dan difokuskan pada perempuan, agar dapat membantu aktivitasnya baik dibidang ekonomi maupun aktivitas lainnya.

Terkait pembangunan keluarga ini maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Kementerian PPPA menerbitkan regulasi yaitu Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. dalam Peraturan Menteri tersebut disebutkan bahwa landasan legalitas dan keutuhan keluarga dan ketahanan keluarga meliputi ketahanan dalam hal fisik, ekonomi, sosial psikologi dan sosial budaya.

Wajar adanya bilamana disebutkan bahwa suatu keluarga mampu memberikan pengaruh yang signifikan bagi pembentukan karakter individu melalui pengalaman hidup yang membahagiakan maupun pengalaman krisis. 

Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pengalaman krisis dapat menghancurkan anggota keluarga atau malah menjadikan anggota keluarga menjadi lebih kuat dan cerdas. 

Keluarga yang tidak siap menghadapi segala perubahan di era pandemi cenderung mengalami permasalahan yang selanjutnya berdampak pada kehidupan sehari-hari. Sedangkan keluarga yang siap beradaptasi tentu mendapatkan hasil yang positif dan mampu bertahan dalam kondisi yang tidak menyenangkan tersebut sekalipun.

Oleh karena itu para keluarga perlu diberikan pembinaan manajemen dalam keluarga, mulai dari perencanaan, menciptakaan keseimbangan dan keharmonisasian sehingga menciptakan karakter yang baik. 

Orang tua bisa menyesuaikan pola didik kepada anak hingga menginjak dewasa pada era milenial saat ini. Peran orang tua sangat penting untuk mengarahkan, mendukung dan membangkitkan semangat anak dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.

Selain itu orang tua berperan penting dalam mengontrol dan menanamkan nilai-nilai, norma kepada anak-anaknya sehingga lebih terarah. 

Model pendampingan anak dengan memberikan hak spiritual atau keimanan pada anak sangat penting dikarenakan orang tua tidak setiap saat dapat berada disamping anak. 

Saat ini pembangunan keluarga semakin menjadi fokus pemerintah. Salah satu regulasi penting adalah adanya salah satu sub urusan kualitas keluarga yang merupakan bagian dari Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai urusan wajib non layanan dasar seperti diamanatkan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Pembangunan keluarga diarahkan pada kualitas keluarga yaitu mewujudkan keluarga yang responsif gender dan responsif hak anak. Pembagian peran ayah dan ibu dalam mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga termasuk praktik pengasuhan anak diaplikasikan secara seimbang dan adil. Perempuan dan laki-laki mempunyai hak untuk mengembangkan potensinya dan mengaktualisasi diri sesuai minat dan bakatnya.

Ada pilihan hidup yang menjadi hak setiap perempuan dan laki-laki, termasuk pilihan dalam balancing work and family

Perempuan dan laki-laki dapat meraih dua hal sekaligus dalam hidupnya yaitu sukses dalam pekerjaan dan keluarganya. Sementara seorang perempuan berkualitas juga mampu menempatkan dirinya dalam peran yang sangat penting, baik sebagai seorang ibu dalam mendidik generasi masa depan, maupun berperan di ranah publik termasuk di era revolusi industri 4.0.

Individu di era revolusi industri 4.0 ditambah dengan situasi pandemi covid-19 seperti sekarang ini memang tak bisa lepas dari penggunaan gawai dan internet. 

Hal ini turut berdampak pada berbagai hal, termasuk hilangnya beberapa profesi yang kini digantikan teknologi. Pada sisi lain revolusi ini sekaligus mendorong hadirnya profesi baru yang mungkin sebelumnya tak pernah terpikirkan seperti maraknya youtuber, blogger hingga influencer

Oleh karena itu, orang tua dalam lingkungan keluarga harus turut menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, menggunakan media sosial agar mampu menganalisis sendiri potensi maupun efek negatif dari penggunaan media sosial.

Orangtua harus aware dan lebih hati-hati karena semakin banyak pekerjaan yang dapat digantikan oleh teknologi komunikasi. 

Gawai juga bermanfaat untuk menggali potensi dan bakat anak yang selama ini tidak didapatnya dalam dunia nyata. 

Peran orang tua di masa pandemi :

1. Orang tua memiliki peran utama dalam pemenuhan berbasis hak anak saat pandemi ataupun dalam menyiapkan anak-anak untuk memasuki era new normal.

2. Terkait dengan pandemi, orang tua dapat menanamkan pola hidup bersih dan sehat kepada anak.

3. Orang tua harus mampu membentuk atmosfer keluarga sebagai tim yang kompak saat mendampingi anak selama berada di rumah.

4. Orang tua diharapkan dapat mengarahkan anak membuat jadwal rutin sebagai sarana mendidik anak menjadi disiplin dan bertanggung jawab.

5. Orang tua dapat mengajarkan pendidikan ketrampilan, sikap mandiri dan sikap religius kepada anak.

6. Orang tua juga perlu menciptakan lingkungan rumah yang kondusif dan nyaman agar anak dapat beraktivitas dan berkonsentrasi dengan baik.

7. Mengingat anak dapat mengalami kebosanan saat di rumah, orang tua juga perlu memberi waktu longgar untuk anak refreshing dengan melakukan sesuatu yang membuat mereka senang agar anak tetap merasa nyaman.

8. Tidak masalah jika anak membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan kewajibannya, karena yang terpenting adalah anak dapat bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan.

9. Pentingnya menjaga suasana hati. Alangkah baiknya jika suasana hati terjaga sehingga setiap aktivitas ataupun kegiatan akan berjalan dengan lancar.

Pendidikan keluarga di era revolusi industri 4.0 berperan dalam mengarahkan dan membimbing anaknya dengan memberi contoh yang positif untuk dapat menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Sebagai tambahan informasi, dalam upaya mengontrol penggunaan gawai bagi anak sekolah sejak tahun 2018 telah dilakukan pembatasan gawai di satuan pendidikan melalui kesepakatan empat Menteri, yakni Kementerian PPPA, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama.

Manajemen waktu yang harus dipenuhi oleh seorang ibu adalah suatu hal yang sangat luar biasa untuk di apresiasi. 

Mengingat kondisi pandemi seperti saat ini yang menuntut perubahan perilaku dalam kebiasaan di keluarga sehari-hari. 

Seorang ibu yang ideal, mampu menyelaraskan urusan pekerjaan domestik (rumah tangga) berikut dengan problematika anak-anak sekaligus dengan urusan pekerjaan kantor atau bisnis sampingan. Namun tidak pula mengesampingkan pembagian peran dan fungsi pasangan agar semua kebutuhan terpenuhi dengan baik. 

Sekali lagi mari galakkan habituasi orang tua yang masif di masa pandemi saat ini.

Semangat buat seluruh ayah di seluruh pelosok negeri!💪

Semangat jua seluruh ibu di seantero dunia!😊





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berdamai dengan Innerchild

               Ketika seseorang mengalami suatu peristiwa tidak menyenangkan atau menyedihkan sering kita mendengar kalimat...."biarlah waktu yang akan menyembuhkan". Betulkah demikian?  Waktu hanya mampu berlalu dan tak kuasa mengubah aku, kamu dan kondisi seseorang. Sejatinya perubahan hanya bisa dilakukan oleh sesuatu yang hidup. Meskipun waktu bisa berjalan namun tidak ditugaskan untuk melakukan perubahan. Jangan menyerahkan nasib kepada waktu. Jangan berharap waktu akan menyembuhkan segalanya. Jangan menunggu waktu sebab waktu tak pernah menunggu siapapun. Waktu tak punya kompetensi untuk menyelesaikan masalah manusia, apalagi sebagai obat penyembuh luka. Waktu hanya bisa berlalu begitu saja dan menjadi saksi bisu pada perubahan yang selalu ada. Itulah mengapa masih banyak luka yang tak sembuh seiring berjalannya waktu. Begitupun kondisi yang tak kunjung berubah, padahal waktu telah berjalan dalam hitungan ribuan detik. Boleh jadi, luka-luka kita di masa lalu disebabkan

Coping Stress dengan Menonton Film, Why Not?

                                                                     Ilustrasi menonton film (www.freepik.com) Mungkin terdengar sedikit aneh. Kenapa menonton film dapat menjadi salah satu upaya penanggulangan stres (coping stress). Baiklah, saya coba untuk mengulas sedikit tentang ini. Stres banyak diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang tidak menyenangkan dan menyebabkan terjadinya tekanan fisik maupun psikologis pada orang tersebut. Kondisi yang dirasakan tentu tidak menyenangkan, karena ada perubahan dan tuntutan kehidupan dimana tuntutan tersebut dianggap sebagai beban yang melebihi kemampuan baik secara mental, fisik, emosional maupun spiritual. Sumber stres dapat berasal dari diri sendiri, keluarga maupun komunitas atau lingkungan. Reaksi stres yang dialami oleh seseorang dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti yang ditunjukkan di bawah ini: a. Gejala fisiologis; seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit punggung, leher tegang, tekanan darah tinggi, kelelahan,

Mengapa Harus Pura-Pura Bahagia

Berpura-pura kerap kali dimaknai dengan sesuatu yang tidak baik. Tapi terkadang dari persepsi yang lain, berpura-pura dianggap menimbulkan tindakan yang positif, seakan memang sangat diperlukan. Betulkah demikian? Yuk kita bahas. "Am I okay?" Hehehe. Belum tentu yang kita lihat di luar adalah benar-benar cerminan apa yang di dalam. Terkadang manusia pura-pura merasa bahagia karna tidak ingin terlihat lemah karna yang orang lain tahu bahwa kita ini kuat. Kapan terakhir kali kita merasa bahagia? Yaa benar-benar bahagia, bukan kita yang harus merasa bahagia...Cukup lama mungkin jawabannya. Menurut pakar Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR), Margaretha Rehulina, kondisi berpura-pura bahagia ini populer dinamakan Duck syndrome . Menampilkan diri seperti bebek (duck),  di atas permukaan air terlihat tenang, padahal di bawah air kakinya sedang berenang dengan sangat cepat. Orang yang berpura-pura bahagia berusaha terlihat sangat tenang padahal di balik itu sedang melakukan perju